Everything Has Its Beauty but Not Everyone Sees It Life Is the Art of Drawing Without an Eraser
[caption id="attachment_356798" marshal="aligncenter" width="448" explanation="Untuk BrainyQuotes, terima kasih atas ilustrasi gambar ini"][/explanation]
Oleh MUCH. KHOIRI
Ungkapan Confucius itu kembali menyapa: Everything has beauty, but non everyone sees information technology. Segala sesuatu itu memiliki kecantikan, namun tidak semua orang mampu melihatnya. Kali ini ungkapan yang menyihir itu ada terpaku di pintu sebuah salon kecantikan di sebuah mal besar di Surabaya.
Bukan berarti bahwa saya sengaja bertandang ke salon itu untuk facial atau toning rambut atau creambath. Ungkapan itu menyapa saya secara kebetulan. Saya dan keluarga makan (habis jalan-jalan) di Hokben, nah di seberang sana ada salon besar itu, yang memampangkan wanita cantik dan bertuliskan ungkatan di atas.
Tentu saja, setelah tercenung sejenak, saya teringat, bahwa ungkapan itu dari Confucius—sehingga boleh jadi si empunya salon itu penyanjung atau pengamal ajaran Confucius, sehingga hapal 100% ungkapan itu, sampai-sampai tidak sempat mencantumkan sumbernya. Terlepas dari semua ini, tentu saja saya sepakat dengan isi ungkapan yang mempesona itu.
Ya, sungguh benar, segala sesuatu itu memiliki kecantikan, namun tidak semua orang melihatnya. Ya, segala sesuatu. Jangankan yang baik-baik, yang ayu-ayu, yang seksi-seksi; lha yang "biasa-biasa" pun pasti memiliki kecantikannya sendiri. Bahkan, yang tidak cantik menurut orang satu, bisa jadi cantik menurut orang lain. Inilah hukum relativitas kecantikan!
Kadar kecantikan itu relatif. Orang dinilai cantik (dan ganteng untuk laki-laki) bukan semata karena penampilan fisik. Orang cantik/ganteng bisa dilihat berkat kecerdasaannya, kesabarannya, kemuliaan hatinya, kekayaannya, kemurahhatiannya, dan sebagainya. Ada seorang teman yang dulu jatuh cinta pada suaminya karena satu hal: "Orangnya biasa saja. Namun dia itu pintar sekali. Aku mabuk kepayang karenanya."
Dengan demikian, kecantikan atau kegantengan banyak diimplisitkan oleh klausa "namun tidak semua orang melihatnya". Ini masalah perspektif, cara pandang, terhadap konsep atau makna kecantikan itu sendiri. Dalam ranah perbincangan akademis saja, konsep kecantikan sudah memberikan peluang penafsiran yang beragam akibat perbedaan perspektif.
Gadis cantik di Republic of indonesia kerap dikonsepsikan sebagai gadis yang berkulit putih bersih, tinggi semampai, wajah ayu, dan sebagainya. Laki-laki lazimnya lebih mudah jatuh cinta pada gadis demikian daripada gadis yang berkulit coklat atau hitam misalnya. Cinta itu, konon, dari mata turun ke hati. Bolehlah bertaruh, gadis putih bersih lebih disukai laki-laki daripada gadis berkulit coklat. Sekali lagi, kata "kerap" dan "lazimnya" berlaku di sini.
Konsep cantik seperti itu tentu tidak berlaku di Amerika. Gadis cantik bukan yang semata berkulit putih, karena memang kebanyakan mereka sudah berkulit putih. Demikian pula, gadis cantik di kalangan etnis Afro-Amerika tentu bukan yang berkulit putih karena mereka berkulit hitam. Saya punya teman perempuan dari Cote d'ivoire, yang tentu saja berkulit hitam, namun penampilannya cakep berkat kesukaanya berdandan. Dalam sebuah pesta teman-teman hitamnya berkomentar, "You are so wonderful this evening."
Maka, yang penting adalah siapa yang melihat kecantikan. Kecantikan itu sebuah entitas yang multitafsir atau multimakna. Jika orang memaknainya dengan cara tertentu, orang lain juga akan memaknainya dengan cara tertentu pula. Penafsir adalah subjek yang penting. Subjek-lah yang mengkonstruksi makna kecantikan di sini.
Belum lagi jika cinta dilibatkan di dalam memaknai kecantikan. Makna kecantikan bisa makin kabur karenanya, akibat kekuatan cinta yang suka mengaburkan pandangan mata (*bukankah beloved is blind?). Cinta bisa membutakan, atau mentulikan, seseorang—termasuk dalam memandang kecantikan. Semua serba indah jika dilihat dengan kacamata cinta.
Jadi, kualitas di penafsir sangat menentukan makna kecantikan yang sesungguhnya. Setiap puisi memiliki caranya sendiri untuk dimaknai orang, namun ia bisa ditafsirkan secara mendalam oleh pembaca atau kritikus berpengalaman. Hal yang sama bisa dilihat dalam buku-buku terjemahan—kualitas penerjemahlah yang menjadi penentu apakah buku terjemahan yang dihasilkannya bagus.
Demikian pun hidup ini, setiap peristiwa pasti ada intan kecantikannya dan mutiara hikmahnya. Hanya saja, apakah kita mampu menjadi manusia yang melihat kecantikannya? Pertanyaan inilah yang perlu kita tanamkan di dalam jiwa, dengan segala kerendahhatian yang kita punya.**
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
Lihat Semua Komentar (4)
VIDEO PILIHAN
Source: https://www.kompasiana.com/much-khoiri/552a51666ea8345112552d1a/everything-has-beauty-but-not-everyone-sees-it
Enregistrer un commentaire for "Everything Has Its Beauty but Not Everyone Sees It Life Is the Art of Drawing Without an Eraser"